DR Iwan Harsono

SBYnomics : Wawasan & Strategi SBY dalam Pemikiran Ekonomi-Pembangunan

·

·


Oleh Iwan Harsono*)

Debat seputar “pembangunanisme” Indonesia selama setengah abad terakhir ini senantiasa tidak bisa dilepaskan dari dua mazhab utama; Widjojonomics dan Habibienomics. Pemikiran Widjojonomics ditampilkan sebagai konsep strategi industrialisasi yang mendasarkan diri pada prinsip keuntungan komparatif (comparative advantage) mengacu pada teori Ricardo tentang perdagangan internasional dan industrialisasi sedangkan pemikiran Habibienomics ingin meninggalkan prinsip keuntungan komparatif menuju kepada keunggulan kompetitif (competitive advantage), suatu pemikiran yang sesungguhnya berasal dari ahli manajemen, Michael E. Porter yang ditulis secara lengkap dalam bukunya “The Compative Advantage of Nations” (1990). Perbedaan kedua prinsip itu adalah bahwa yang pertama mendasarkan diri pada keuntungan yang telah dimiliki oleh Indonesia yaitu Sumber Daya Alama (SDA) dan Tenaga Kerja murah. Sedangkan yang kedua mendasarkan pada kekuatan baru yang masih harus dikembangkan atau diciptakan, yakni pada keunggulan Tekhnologi dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang bisa menghasilkan nilai tambah (Value Added) tinggi.

Selanjuntnya dalam dasawarsa terakhir kebijakan dan strategi pembangunan ekonomi Indonesia diwarnai oleh pemikiran ekonomi Presiden SBY (SBYnomics). Tulisan  dibuat bertepatan dengan kunjungan kerja Presiden di Lombok pada 19-21 Oktober 2011. Pemaparan dimulai dengan memahami SBYnomics dan dilanjutkan dengan  mencermati  Retribusi Aset & Pengentasan Kemiskinan, Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dan lmplikasi & Tantangan SBYnomics.

SBY nomics

SBY memahami betul bahwa pembangunan ekonomi Indonesia tidak bisa dilepaskan dari Widjojonomics dan Habibienomics. Sebulan sebelum dilantik lagi Sebagai Presden untuk kedua kalinya 20 oktober 2009 SBY gerah dengan kondisi bangsa Indonesia yang masih belum maju di bidang ekonomi yang ditandai oleh luasnya kemiskinan dan pengangguran. Ketika harus terjebak dalam perdebatan ”Habibienomics Vs Widjojonomics” dihadapan akademisi di Puri Cikeas SBY secara tegas mengatakan bahwa “Kita ambil pelajaran dari sejarah Habibienomics Vs Widjojonomics dan Indonesia membutuhkan keduanya,”. Sebagai alasannya, Presiden menyebutkan, kita punya SDA, tetapi juga butuh teknologi untuk memanfaatkannya. SBY mengatakan telah membaca Buku Michael Schuman  The Miracle: The Epic Story of Asia’s Quest for Wealth (2009) dan “ Perlu Perbaikan dari apa yang ada pada masa lalu adalah unsur ketiga dari buku itu kita keluarkan”. Ternyata, unsur ketiga yang dimaksud SBY, dari buku Schuman adalah ”Kroni/Korupsi”. Selanjutnya Meniadakan unsur ketiga (Memberantas Korupsi) menjadi elemen penting dalam SBY nomics dan tercermin dari Tema kampanyenya Partai Demokrat “Katakan TIDAK Pada Korupsi” yang dinilai banyak pihak belum sepenuhnya sukses dilakukan terutama setelah munculnya kasus Nazaruddin. Unsur Pemeberantasan Korupsi menjadi elemen penting dalam setiap Sukses negara membangun ekonomi, China misalnya bisa mencapai two digit economic growth. Korupsi merusak pembangunan ekonomi dengan menghasilkan distorsi yang cukup besar dan inefisiensi. Di sektor swasta, korupsi meningkatkan biaya bisnis melalui pembayaran suap bernegosiasi dengan pejabat, dan risiko melanggar perjanjian.  Korupsi juga menghasilkan distorsi ekonomi di sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek modal mana porsi suap menjadi lebih banyak dan menyebar. Pejabat dapat meningkatkan kompleksitas teknis proyek-proyek sektor publik untuk menyembunyikan atau membuka jalan bagi transaksi suap, dengan demikian semakin mendistorsi investasi. Korupsi juga menurunkan kualitas proyek, mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur, dan meningkatkan tekanan anggaran pemerintah melalui mark up. Selain Pemberantasan Korupsi juga dilakukan Redistribusi Aset & Pengentasan Kemiskinan melalui Kebijakan Kluster dan  direncanakan secara sistimatis membangun “infrastruktur” dan “broad spectrum industry” dengan meningkatkan konektivitas antar Pulau dalam 6 Koridor Ekonomi tercantum dalam Master Plan dengan Target Indonesia akan menjadi negara negara maju atau sepuluh besar raksasa ekonomi dunia  25 tahun lagi

Redistribusi Aset & Pengentasan Kemiskinan.

Untuk memahami Pikiran ekonomi SBY tidak bisa dilepaskan dari tulisan disertasi doktornya “Pembangunan Pertanian dan Perdesaan sebagai Upaya Mengatasi Kemiskinan dan Pengangguran: Analisis Ekonomi-Politik Kebijakan Fiskal”. SBY memahami betul Pemikiran Amartya K. Sen (Pemenang Hadiah Nobel Ekonomi 1998)  Mengenai Kemiskinan dan Refleksinya di Indonesia. Menurut Sen, penyebab dari langgengnya kemiskinan, ketidakberdayaan, maupun keterbelakangan adalah persoalan aksesibilitas. Dalam hal ini, kemiskinan diakibatkan keterbatasan akses. Jika manusia mempunyai keterbatasan pilihan untuk mengembangkan hidupnya, akibatnya manusia hanya menjalankan apa yang terpaksa dapat dilakukan, bukan apa yang seharusnya bisa dilakukan. Ungkapan Sen ini, mensyaratkan”klausul” baru dalam upaya “menyeberangkan” makro ekonomi ke mikro ekonomi. Untuk alasan tersebut, perhatian Sen terletak pada pentingnya redistribusi aset.

Selanjutnya Retribusi aset menjadi elemen penting dalam SBY nomics. Redistribusi aset nonfisik diterjemahkan oleh SBY dalam kebijakan tiga kluster, yaitu Kluster I untuk perlindungan sosial terpadu, kluster pemberdayaan masyarakat mandiri, maupun kluster kredit usaha rakyat, yakni Bantuan dan Perlindungan Sosial, sasarannya adalah 19,1 juta Rumah Tangga Sasaran (RTS) dalam bentuk program keluarga harapan (PKH), raskin, Bantuan Operasional Sekolah (BOS),Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), bantuan sosial untuk pengungsi/korban bencana, bantuan untuk penyandang cacat, bantuan untuk kelompok lansia, dan lain-lain. Kluster II adalah Pemberdayaan Masyarakat, termasuk Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM) yang meliputi 3.999 kecamatan di 16.417 desa-desa tertinggal dan sekitar 21 ribu desa-desa lainnya. Kluster III: Penguatan Usaha Mikro dan Kecil, adalah skema Kredit/Pembiayaan yang khusus diperuntukkan bagi UMKM dan Koperasi, yang usahanya layak namun tidak mempunyai agunan yang cukup sesuai persyaratan yang ditetapkan perbankan. Tujuan akhir diluncurkan Program KUR adalah peningkatan perekonomian, pengentasan kemiskinan dan penyerapan tenaga kerja. Sedangkan untuk redistribusi fisik, Presiden telah meluncurkan dan telah diluncurkan kluster IV yakni, Program Rumah Sangat Murah, Program Angkutan Umum Murah, Program Air bersih Untuk Rakyat, dan Program Listrik Murah dan Hemat. Oleh Anas Urbaningrum SBYnomics diartikan sebagai Pro growth, pro job, dan pro poor sebagai terjemahan dari semangat pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan disertai pemerataan yang adil.

Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)

Dalam skala yang lebih besar SBY nomics tercermin dari diluncurkannya  Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). MP3EI yang diluncurkan oleh Presiden (27/5/2011) merupakan roadmap kebijakan ekonomi SBY dalam jangka panjang. MP3EI  intinya mencakup tiga strategi utama. Pertama, pengembangan potensi daerah melalui enam koridor ekonomi (KE): Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara, dan Papua-Kepulauan Maluku. Kedua, memperkuat konektivitas nasional melalui sinkronisasi rencana aksi nasional untuk merevitalisasi kinerja sektor riil dengan menyelesaikan masalah peraturan nasional dan infrastruktur utama nasional. Ketiga, mengembangkan center of excellence di setiap KE dengan pengembangan SDM dan iptek untuk peningkatan daya saing.

Dalam Pidato Peresmiananya SBY meyakinkan masyarakat Indonesia dengan mengatakan “MP3EI ini bukan kertas kosong” Melalui langkah MP3EI, SBY menjanjikan bahwa dengan  percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi akan menempatkan Indonesia sebagai negara maju pada tahun 2025 dengan pendapatan per kapita yang berkisar antara USD 14.250 – USD 15.500 dengan nilai total perekonomian (PDB) berkisar antara USD 4,0 – 4,5 Triliun. Untuk mewujudkannya diperlukan pertumbuhan ekonomi riil sebesar 6,4 – 7,5 persen pada periode 2011 – 2014, dan sekitar 8,0 – 9,0 persen pada periode 2015 – 2025. Pertumbuhan ekonomi tersebut akan dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5 persen pada periode 2011 – 2014 menjadi 3,0 persen pada 2025. Kombinasi pertumbuhan dan inflasi seperti itu mencerminkan karakteristik negara maju.

Untuk mencapai itu maka maka di akhir pemerintahannya di Tahun 2014 SBY merencanakan investasi, yang akan dilakukan oleh pemerintah, oleh Badan-badan Usaha Milik Negara dan oleh swasta nasional, yang jumlahnya hampir mencapai 3000 triliun. Dalam program MP3EI ini, pemerintah berharap bisa mengundang investasi senilai Rp.4.000 triliun. Dari sisi BUMN, ditargetkan sebanyak 6,6 juta lapangan kerja bisa tersedot dari target investasi BUMN selama 2011-2014. Total nilai investasi selama periode itu akan mencapai Rp.835,6 triliun. Sementara kalangan pengusaha di dalam negeri sudah siap mendukung seluruh proyek percepatan dan perluasan pembangunan dan berkomitmen untuk menggelontorkan dana investasi sebesar US$ 100-150 miliar atau sekitar Rp1.350 triliun. Khusus untuk tahun ini, BUMN siap berinvestasi Rp133 triliun.

Peluncuran MP3EI ditandai dengan dimulainya proyek-proyek groundbreaking yang pencanangannya akan dipusatkan pada empat lokasi, yaitu Sei Mangke Sumatera Utara, Cilegon, Lombok Timur (Nusa Tenggara Barat), dan Timika Papua dengan pembangunan 17 proyek besar dengan alokasi anggaran 190 Triliun rupiah. Salah satu dari ke ke-17 proyek tersebut adalah Proyek Waduk Pandan Duri berlokasi di Kabupaten Lombok Timur, NTB. Investornya melibatkan pemerintah pusat, dan pemda dengan nilai investasi Rp 728 miliar.

Dalam MP3EI dijelaskan bahwa dengan seluruh potensi dan tantangan yang dihadapi, maka Indonesia membutuhkan percepatan transformasi ekonomi agar kesejahteraan bagi seluruh masyarakat dapat diwujudkan lebih dini. Perwujudan itulah yang akan diupayakan melalui langkah-langkah percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia. Untuk itu dibutuhkan pendekatan terobosan (breakthrough) yang didasari oleh semangat “Not Business As Usual”. Perubahan pola pikir paling mendasar adalah pemahaman bahwa pembangunan ekonomi membutuhkan kolaborasi bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, BUMD dan Swasta (dalam semangat Indonesia Incorporated). Perlu dipahami juga kemampuan pemerintah melalui ABPN dan APBD dalam pembiayaan pembangunan sangat terbatas. Di sisi lain, semakin maju perekonomian suatu negara, maka semakin kecil pula proporsi anggaran pemerintah dalam pembangunan ekonomi. Dinamika ekonomi suatu negara pada akhirnya akan tergantung pada dunia usaha yang mencakup BUMN, BUMD, dan swasta domestik dan asing.

lmplikasi & Tantangan SBY nomics.

Redistribusi aset yang diterjemahkan oleh SBY dalam kebijakan  kluster nampaknya sudah memperlihatkan hasil dengan menurunnya kemiskinan. Cuma saja tantangan dalam hal ini adalah bagaimana mensinergikan tiap kementrian agar mencapai hasil secara efisien dan efektif. Koordinasi BKPM terhadap daerah-daerah tidak efektif, mengingat Otoda memperkuat daerah-daerah untuk bersikap Otonom dan Koordinasi antar Kemenko Perekonomian dengan Kemenindustri, Kemendag, Kementan dan sebagainya tidak berjalan dengan baik. Salah satu upaya yang saat ini dilakukan adalah dengan reshuffle kabinet. Diyakini bahwa Reshuffle yang diumumkan Presiden hari ini (19 Oktober 2011) nampaknya mengarah untuk menjawab tantangan ini.

Dengan Peluncuran  MP3EI “SBY nomics”  mempunyai implikasi terhadap pengembangan pusat-pusat pertumbuhan di luar Jawa. Dengan tumpuan pada dan konektivitas antar koridor ekonomi. Di NTB dirasakan dengan mulai beroperasinya BIL dan ditetapkannya Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika Resort yang diikuti dengan investasi skala besar.

Tantangan lain adalah bagaimana memastikan pendekatan terobosan (breakthrough) yang didasari oleh semangat not busniness as usual dengan  memadukan peran pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, dan swasta dalam menjalankan pembangunan ekonomi  dan melakukan deregulasi (debottlenecking) terhadap regulasi yang menghambat pelaksanaan investasi. Partisipasi swasta dapat ditingkatkan dari sekitar 20 persen pada saat ini menjadi sekitar 50 persen seperti BOT (build. operate, transfer), maka pemhangunan infastruktur fisik di daerah akan meningkat secara berarti. Tenaga kerja terampil dan infastruktur yang baik adalah penentu utama kekompetitifan kita dalam menarik investasi bernilai tambah tinggi.

Sebenarnya jika disimak, implikasi “SBY nomics” cukup fleksibel dan mampu mewadahi semacam “grand fusion” antara pertumbuhan, pemerataan, partisipasi, dan kepentingan nasional sesuai dengan Visi Indonesia “Mewujudkan masyarakat Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil, dan Makmur”. Dengan peluncuran MP3EI sudah terlihat upaya sistimatis membangun “infrastruktur” dan “broad spectrum industry” Meskipun konsep terkesan baik, diakui bahwa masih ada satu elemen yang akan sangat menentukan bagi keberhasilan program inovasi nasional dan itu tidak lain adalah kepemimpinan efektif Presiden yang ditandai dengan langkah nyata dan konsisten tanpa pandang bulu dalam mencegah dan membasmi “korupsi” dengan mendayagunakan KPK untuk membasmi korupsi meniru Sukses China.

Jika Pemberantasan Korupsi &  Sinergitas Kerja Menteri Kabinet dan kepemimpinan effektif nan Presiden melemah maka maka “Kekuatiran Presiden” MP3EI sebagai elemen Penting SBY nomics   sebagai “Kertas Kosong” akan terbukti. SBY juga harus mampu membukti membuktikan suara sumbang beberapa ekonom “bahwa MP3EI sebagai elemen penting SBY nomics yang dimaksudkan untuk mempercepat ketertinggalan pembangunan Indonesia timur, hanyalah proyek mimpi belaka. Padahal MP3EI ini dinilai hanyalah kompensasi atas gagalnya pemerintah memenuhi target pembangunan jangka pendek” Tidak benar.

______________________________

­*) DR. Iwan HARSONO, M.Ec , Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Mataram Lombok.



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *