DR Iwan Harsono

INFLASI KOMODITI PANGAN & TIKET PESAWAT TERUS BERLANJUT

·

·

Mulai Hari Sabtu 16 Juli 2022  Bandara Internasional Lombok (LOP) menaikkan tarif PSC domestik sebesar 78 persen dari Rp 60.000 ke Rp 106.560. Serta menaikkan tarif internasional sebesar 25 persen dari Rp 200.000 ke Rp 250.860. Kenaikan harga  tiket pesawat terbang dan komoditi pangan menjadi topik yang sering dibahas selama beberapa bulan terakhir ini baik di level nasional maupun di level provinsi NTB.

Harga tiket pesawat dari Mataram ke Bima yang biasanya 400 hingga 500 ribu rupiah melonjak menjadi diatas 1 juta rupiah pada awal bulan Juni  meninkat lagi menjadi 1,29 Juta rupiah. Harga cabai yang biasanya sekitar 50 ribu rupiah per kilogram meningkat mendekati 100 ribu rupiah. Hal yang sama juga terjadi pada komoditi telur dan bawang merah. Pantas saja ibu ibu mengeluh uang belanjanya nggak cukup.

Pemerintah daerah melalui Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) baik pada Level provinsi maupun pada level Kabupaten/Kota melalui TPID masing masing terus melakukan upaya melalui High Level Meeting dan Rapat Koordinasi  dengan berpedoman dengan Road Map dengan berkoordinasi dengan Bank Indonesia KBI Mataram, Badan Pusat Satatistik (BPS) NTB dan Para Produsen (Penyedia barang dan Jasa) Kebutuhan Masyarat. Operasi Pasar Murah (OPM) pun telah digelar untuk menekan gejolak inflasi terhadap komoditas bahan pokok. Gubernur NTB, Dr. Zulkieflimansyah memahami betul pentingnya antisipasi kenaikan harga ini kemudian sejak awal Juli 2022 mengadakan rapat koordinasi Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi NTB bertajuk “Pentingnya Sinergitas Untuk Menjaga Ketersediaan dan Pengendalian Bahan Pokok” yang dihadiri oleh Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Mataram, Kepala Badan Pusat Statistik NTB dan Seluruh Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Kabupaten kota se NTB Adapun kesimpulan dari Rapat Koordinasi: Meningkatkan kolaborasi sinergitas maupun KAD untuk komoditas-komoditas yang sangat dibutuhkan; Pengendalian dan pengawasan terhadap pelanggaran yang terjadi (penegakan hukum); Menerapkan aplikasi untuk mengetahui fluktuasi harga yang terjadi; Pembuatan neraca pangan dari masing-masing kabupaten/kota.

Tulisan ini dimaksudkan untuk mengulas hal tersebut dengan basis data dan Fakta yang dirasakan masyarakat serta kerangka teoritis, kemudian diakhiri dengan alternatif saran untuk solusi kebijakan.

ANGKA STATISTIK BPS DAN FAKTA KENAIKAN HARGA

Secara nasional, pada hari jum’at tanggal 1 Juli 2022, Pak Margo Yuwono yang – baru genap 1 tahun dilantik menjadi Kepala Badan Pusat Statistik – melaporkan bahwa inflasi di Indonesia pada Juni 2022 tercatat 0,61% (month-to-month). Inflasi tahun kalender adalah 3,19%.  Secara tahunan (year-on-year) inflasi Juni 2022 berada di 4,35% dan angka ini melebihi target inflasi yang ditetapkan pemerintah. Angka ini lebih tinggi dibandingkan Mei 2022 yang 3,55% sekaligus jadi yang tertinggi selama 7 (tujah) tahun terakhir. Kenaikan Harga yang terjadi selama Bulan Juni 2022 di Indonesia  sebesar 77 persen disumbang oleh kenaikan harga berasal dari komoditas cabai merah, rawit, bawang merah, telur ayam. Hanya sebesar 7 persen disebabkan oleh kenaikan transportasi (tiket pesawat).

Pada hari yang sama 1 Juli 2022 Kepala BPS NTB  Drs. Wahyudin, MM  melakukan Press Conference. Bahwa pada Bulan Juni 2022, inflasi di provinsi NTB sebesar 0,92 persen (month-to-month). Angka inflasi ini lebih besar dibanding angka inflasi nasional yang tercatat sebesar 0,61 persen. Dengan angka inflasi tersebut, maka laju inflasi NTB tahun kalender sebesar 4,40 persen dan laju inflasi tahunan (year-on-year) sebesar 5,04 persen dan angka ini melebihi target Inflasi pemerintah  dalam RPJMD NTB. Selanjutnya, lima komoditas yang mengalami kenaikan harga tertinggi di Bulan Juni 2022 ini antara lain Angkutan Udara, Cabai Rawit, Tomat, Telur Ayam Ras, dan Cabai Merah.

Dari data BPS NTB tersebut kalau dilihat secara detail sepanjang bulan Juni 2022, Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau memberikan sumbangan inflasi sebesar 58,43 persen. Komoditas yang dominan memberikan sumbangan inflasi dalam kelompok ini antara lain Cabai Rawit, Tomat, Telur Ayam Ras, Cabai Merah, dan Tongkol Diawetkan. Sedangkan dari Kelompok  Transportasi Secara keseluruhan pada bulan Juni 2022, memberikan sumbangan inflasi sebesar 27,97 persen. Komoditas yang dominan memberikan sumbangan inflasi antara lain Angkutan Udara, Pelumas/Oli Mesin, Pemeliharaan/Services, Ban Dalam Motor, dan Busi.

Angka Perhitungan Inflasi yang dilakukan oleh BPS NTB didasarkan fakta di Lapangan (Pasar). Perhitungan inflasi dilakukan dengan metode yang terukur, standar dan mengikuti kaidah-kaidah yang berlaku secara internasional dengan pengelompokkan pengeluaran didasarkan pada pengembangan The Classification of Individual Consumption by Purpose (COICOP) dibagi dalam 11 kelompok.

Untuk Keperluan itu BPS NTB melakukan secara rutin mengerahkan puluhan Petugas untuk melakukan survey di kota Mataram dan di kota Bima. Di Kota Mataram dilakukan survey di 4 (empat) pasar sebagai sampel dengan menanyakan pedagang harga transalsi di pasar dan mencatat perkembangan harga terhadap sekitar 368 (tiga ratus enam puluh delapan) komoditi barang dan jasa kebutuhan konsumsi masyarakat. Sedangkan di Kota Bima dilakukan survey dan pencatatan di 3 (tiga) pasar sampel dengan menanyakan fluktuasi harga sebanyak 347 (tiga ratus empat puluh tujuh) komoditi barang dan jasa kebutuhan masyarakat. Survey dan Pencatatan dilakukan setiap Minggu di pasar sampel.  Untuk tahun 2023 kabupaten Sumbawa akan menjadi Sampel ke 3 perhitungan Inflasi NTB setelah Kota Mataram dan Kota Bima. Sebagai Catatan – ada 90 Kabupaten/Kota yang dihitung Inflasinya sebagai Sampel secara Nasional.

Dari Data Nasional dan Provinsi NTB  yang di publish oleh BPS tersebut diatas dapat diarik benang merah bahwa dari tiga ratus komoditi yang jadi sample maka yang Dominan mempengaruhi kenaikan harga akhir akhir ini adalah Kenaikan Harga Tiket Pesawat, Cabai Merah, Cabai rawit, Telur ayam ras dan bawang Merah. Dan ini selaras dengan fakta dilapangan yang dikeluhkan oleh sebagian besar masyarakat di Provinsi Nusa Tenggara Barat pada khususnya.

PENYEBAB DAN DAMPAK KENAIKAN HARGA

Inflasi adalah kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu dan keadaan ini menyebabkan nilai mata uang mengalami kemerosotan. Akibatnya, dengan pendapatan yang selama ini bisa dicukupkan untuk memenuhi kebutuhan belanja keluarga TIDAK cukup lagi–pendapatan riil menurun dan rakyat makin miskin.

Secara teori ekonomi, ada lima penyebab inflasi/kenaikan harga yang perlu diketahui. Pertama, (Demand Pull Inflation) atau meningkatnya permintaan sesuatu barang keperluan masyarakat. Ini bisa terjadi bila permintaan masyarakat tinggi terhadap suatu barang. Jika permintaan  meningkat sedangkan ketersediaan barang tetap maka akhirnya mengakibatkan harga menjadi naik. Kedua, (Quantity Theory Inflation) adalah Bertambahnya Uang yang Beredar penjelasan singkatnya adalah apabila jumlah barang tetap namun jumlah uang yang beredar lebih besar dua kali lipat, maka harga barang menjadi lebih mahal dua kali lipat. Ketiga, (Cosh Push Inflation) penyebab Inflasi akibat meningkatnya Biaya Produksi. Inflasi kenaikan biaya produksi atau cost push inflation disebabkan karena adanya dorongan kenaikan biaya produksi dalam jangka waktu tertentu secara terus menerus. Keempat, (Mixed Inflation), Penyebab inflasi di Indonesia adalah inflasi campuran yang dipengaruhi oleh adanya kenaikan penawaran dan permintaan. Penyebab inflasi ini mengakibatkan ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan. Ketika permintaan terhadap suatu barang atau jasa bertambah, maka akan mengakibatkan penyediaan barang dan faktor produksi menjadi turun. Sementara itu, pengganti atau substitusi untuk barang dan jasa tersebut terbatas atau tidak ada. Keadaan yang tidak seimbang ini yang meningkatkan adanya risiko penyebab inflasi. Harga barang dan jasa akan menjadi naik. Inflasi jenis ini akan sangat sulit diatasi. Kelima, (Expected Inflation), Penyebab inflasi ini terjadi sebagai akibat dari perilaku masyarakat yang berpendapat bahwa kondisi ekonomi di masa yang akan datang akan menjadi lebih baik lagi.

Dampak yang dirasakan jika inflasi tinggi terdiri dari 3 (tiga) hal yang berhubungan dengan kondisi sosial ekonomi suatu masyarakat. Pertama, pendapatan riil masyarakat akan terus turun sehingga akibat selanjutnya standar hidup dari masyarakat turun. Pada akhirnya jumlah orang miskin bertambah. Ini menjadi isu penting di NTB karena Posisi NTB yang termasuk dalam 10 (sepuluh) Provinsi termiskin di Indonesia. Kedua, akan menciptakan ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa jika inflasi tinggi akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi, dan produksi. Pada akhirnya, akan menurunkan pertumbuhan ekonomi. Pada kondisi inflasi minat menabung sebagian besar orang akan berkurang karena nilai uang yang terus menurun. Pendapatan dari bunga tabungan jauh lebih kecil sedangkan penabung harus membayar biaya administrasi tabungannya. Ketiga, apabila tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat inflasi di negara tetangga, ini menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai rupiah.

Selanjutnya, kondisi inflasi yang tidak stabil akan berdampak pada penetapan harga pokok menjadi sulit diprediksi. Persentase inflasi yang terjadi di masa depan seringkali tidak dapat diprediksi dengan akurat akibat dari ketidakpastian. Kemampuan ekspor suatu negara akan berkurang, karena biaya ekspor akan lebih mahal. Selain itu, daya saing barang ekspor juga mengalami penurunan, yang pada akhirnya pendapatan dari devisa pun menurun.

ALTERNATIF SOLUSI KEBIJAKAN MENGATASI INFLASI

Dipahami bahwa tidaklah mudah untuk menetapkan kebijakan yang paling efektif untuk mengatasi inflasi  dan tidak ada RESEP TUNGGAL dalam menyusun kebijakan mengatasi kenaikan harga pangan dan transportasi yang terjadi saat ini karena begitu kompleks faktor penyebabnya. Faktor hama dan iklim cuaca ekstrim yang berakibat penurunan hasil produksi, efek jangka panjang covid-19, kenaikan harga BBM termasuk harga avtur pesawat terbang dan kondisi internasional seperti perang Rusia – Ukraina serta sanksi negara negara barat yang menyebabkan rantai pemasaran komoditi utama yang terhambat. Faktor external seperti perang di Ukraina telah mengganggu rantai pasok perdagangan global, sehingga meningkatkan tekanan kenaikan harga-harga di sejumlah negara, termasuk Indonesia. Peringatan potensi krisis dan kenaikan harga pangan juga jauh-jauh hari dilontarkan Program Pangan Dunia (WFP) dan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO). Terlebih krisis dan kenaikan harga pangan bukan hanya terjadi di Indonesia saja melainkan telah menjadi isu global yang menyebabkan terjadinya imported inflation.

Dari perspektif teori ekonomi makro ada 3 (tiga) Kebijakan yang bisa dilakukan oleh Pemerintah untuk mengatasi Kenaikan harga (INFLASI). Pertama, Kebijakan Fiskal (Fiscal Policy) yaitu langkah mengatasi inflasi untuk memengaruhi penerimaan dan pengeluaran pemerintah, yang memiliki beberapa keuntungan seperti menghemat pengeluaran pemerintah dan menaikkan tarif pajak. Kedua, Kebijakan Moneter (Monetery Policy) yang bertujuan menjaga kestabilan moneter, agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk mencapai hal tersebut, ada beberapa hal yang dapat dilakukan yakni kebijakan penetapan persediaan kas, kebijakan diskonto yaitu untuk meningkatkan nilai suku bunga, dan kebijakan operasi pasar terbuka. Ketiga, Kebijakan Campuran (Mixed Policy). Selain kedua jenis kebijakan di atas, ada pula kebijakan-kebijakan lain yang dapat ditetapkan oleh pemerintah untuk mengendalikan inflasi, yakni meningkatkan produksi dan menambah jumlah barang di pasar. Selain itu juga dapat menetapkan harga maksimum untuk beberapa jenis.

Berangkat dari teori  ekonomi  makro diatas dan dalam konteks kenaikan harga tiket pesawat dan sebagian komoditi pangan saat ini kebijakan yang mendesak untuk  dilakukan adalah Mixed Policy yaitu terkait dengan peningkatan produksi, penambahan jumlah barang dan jasa yang diperlukan masyarakat (menambah Frekuensi penerbangan pesawat–tapi tetap mempertimbangkan kenaikan avtur) dan juga dapat dengan hati hati menetapkan harga maksimum untuk beberapa jenis jasa dan barang yang mengalami kenaikan harga yang menyolok dengan batasan tidak merugikan produsen barang dan jasa.

Masing-masing komoditas barang dan jasa itu unik dan berbeda karakteristiknya, oleh sebab itu diperlukan kebijakan penanganan yang khusus dan berbeda-beda untuk mengatasinya. Untuk kategori komoditas pangan impor, sepanjang harga pangan impor naik maka juga akan berdampak pada komoditas impor yang ada di dalam negeri. Oleh karena itu diperlukan pertimbangan yang komprehensif untuk menekan harga pangan dalam situasi ini.

Alternatif kebijakan yang bisa dilakukan oleh pemerintah saat ini yaitu terus melanjutkan pemberian subsidi yang tepat sasaran sesuai dengan kemampuan keuangan negara untuk menolong masyarakat. Belajar dari pengalaman  kebijakan terkait dengan komoditi yang diproduksi di dalam negeri sendiri dan surplus pun seperti komoditi minyak goreng tidak mudah untuk meredam kenaikan harga pangan. Meski minyak goreng keadaannya surplus, namun nyatanya inkonsistensi kebijakan kebijakan pemerintah menyebabkan sulitnya dalam meredam kenaikan harga minyak goreng.

Demikian pula telur ayam naik karena naiknya ongkos produksi atau Cost Push Inflation yang dipicu oleh kenaikan harga pangan yang tidak lepas juga dari pengaruh global. Ini juga karena dipicu oleh kenaikan harga transportasi akibat kenaikan harga BBM. Oleh karena itu kenaikan harga telur ayam sulit untuk ditekan selama harga komoditi energi seperti BBM juga masih tinggi.

Dalam hal kenaikan harga transportasi (tiket pesawat) memang tak bisa dipungkiri ini adalah salah satu contoh dari berlakunya teori ekonomi yang dikenal teori inflasi Cost Push Inflation yaitu rentetan pengaruhnya dari adanya kenaikan harga avtur sehingga tidak dipungkiri harga tiket pesawat ikut melonjak tinggi. Kebijakan yang harus diambil dalam hal ini harus tetap mempertimbangkan kelangsungan hidup perusahaan penyedia jasa penerbangan karena perushaan tersebut juga dihadapkan pada kenaikan Biaya avtur yang berakibat kenaikan harga tiket.

Sementara untuk komoditas yang produksinya musiman seperti cabai dan bawang merah yang penyebab kenaikan harga tersebut karena kurangnya hasil panen petani, akibat cuaca ekstrim, serta faktor-faktor produksi lainnya maka kebijakan pengaturan strategi pola tanam dan panen harus dilakukan oleh pemerintah kedepan melalui dinas terkait di Kabupaten/Kota. Lalu, untuk komoditas yang mudah rusak atau busuk seperti cabai pemerintah dapat membangun infrastruktur penyimpanan sebagai stok penyangga yang memang butuh anggaran yang relatif banyak.

Saran untuk pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota di NTB melalui TPID masing masing haru terus konsisten berupaya melaksanakan serangkaian kebijakan sisi penawaran dan permintaan untuk menjaga kestabilan inflasi. Berbagai program untuk menjaga daya beli masyarakat sesuai dengan ROAD MAP  TPID yang telah disusun masing masing kabupaten/Kota dan Propinsi. TPID  harus tetap memastikan dan terus melanjutkan strategi 4K dalam pengendalian laju inflasi sesuai kewenangan masing masing. 4K Ini mencakup memastikan Ketersediaan Pasokan barang & jasa, mengontrol Kelancaran Distribusi komoditi pangan strategis, memastikan Keterjangkauan Harga barang dan kebutuhan, dan Komunikasi Efektif dalam rangka menjaga ekspektasi inflasi masyarakat. Keseluruhan strategi ini tetap diletakkan dalam konteks percepatan pemulihan aktivitas ekonomi yang sedang berlangsung saat ini – pasca Covid-19.

CONCLUDING REMARKS

Keseluruhan alternatif kebijakan yang diambil mestinya  didasarkan pada premis bahwa “Ekonomi Pasar Bebas tidak memiliki mekanisme pengaturan sendiri yang menjamin kesempatan kerja penuh bagi penduduk (terutama yang miskin). Negara/Pemerintah Daerah harus  melakukan intervensi dalam perekonomian dengan menempuh kebijakan pemerintah untuk memberantas pengangguran dan menstabilkan harga yang menggerogoti kesejahteraan rakyat” (John Maynard Keynes Founder of Keynesian economics and the father of modern Macroeconomics dalam buku The General Theory of Employment, Interest, and Money.)  Negara Harus hadir dengan Kebijakan yang sungguh sungguh berpihak kepada rakyat untuk meningkatkan kesejateraan rakyat sesuai dengan amanat pembukaan UUD 1945 bahwa tujuan pembangunan nasional adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan Umum.

Kasus KORUPSI KEBIJAKAN seperti korupsi izin ekspor minyak goreng yang melibatkan penguasa (Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Indrasari Wisnu Wardhana) dan pengusaha  (Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Parulian Tumanggor) TIDAK BOLEH terulang lagi dan harus dijadikan pelajaran bagi pengambil kebijakan. Perbuatan para tersangka tersebut mengakibatkan timbulnya kerugian perekonomian negara atau mengakibatkan kemahalan/INFLASI serta kelangkaan minyak goreng sehingga terjadi penurunan konsumsi rumah tangga dan industri kecil yang menggunakan minyak goreng dan menyulitkan kehidupan rakyat.

*) Staf Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas dan Alumni School of Business, Economics & Law University of New England. Email:iwanharsono@unram.ac.id


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *